Sabtu, 25 Januari 2014

Mengumpat Dahiat



MENGUMPAT DAHIAT
/1/
Kepada aku yang diciptakan Tuhan dari pemberkatan indung dan ramanda di ranjang bau melati pada sudut kamar rumah Ibu
Ada susuk dalam tubuh, ditanamkan pada bibir bayi mungil yang telanjang di cengkaman pembantu persalinan
Ada jampi yang disekat ramanda di samping telinga, dibisikkan pada jiwa
Ada air susu yang dipaksakan pada rentang pertengahan dalam tangisan yang dibuat-buat; tangisan yang menjengkelkan perawat-perawat seronok yang melamunkan perjakanya
Ada emas yang dilingkarkan pada sekujur tubuh. Emas yang digali dengan kuku-kuku pada kulit keriput Ibu bertudung kain panjang tanpa corak
/2/
Kepada aku yang ditunjuk menjadi pemimpin pasukan dalam kisah percintaan
 Ada perjanjian di awal perjalanan; sumpah serapah tentang kejadian yang barangkali berdiri di persimpangan menuju denah buntu
Ada kecupan; dalam gairah yang membuncah
Ada yang menyeberang. Menuju tepian mata pada kampung seberang
Ada yang kian betah merdeka. Tanpa asap rokok dan rok mini di paha nyai
/3/
Kepada aku yang menyembah Tuhan pada setiap petaka
Ada yang suka lupa, menghilangkan Tuhan pada musim kesenangan. Meneriakkan pada dunia, Tuhan tidak ada, atau, kalaupun ada, Tuhan sedang tidur
dan pada musim kesengsaraan, teriakannya tiba-tiba berubah menjadi. “Tuhanku, aku yakin padamu, dan kau tidak pernah tidur.”
Barangkali, Tuhan cekikikan. Digeleng-gelengkannya kepala lalu meneguk kopi hitam bersama malaikat-malaikatnya. Serbuk kopi tersangkut di kumisnya yang tebal, mereka kembali tertawa-tawa.
Si yang suka lupa tadi, kembali meminta. Kali ini dengan nada ancaman. “Tuhan, kau kata maha pengasih dan penyayang. Tapi kau hadirkan sengsara.”
Tuhan kembali cekikikan. Dikirimnya air bah bertubi-tubi, dari langit.
/4/
Kepada aku yang meminta kematian
Kematian itu mengerikan tapi membahagiakan. Usai kematian, kau tidak perlu bertemu Pak Pos yang mengantarkan surat lamaran penolakan dari kekasihmu
Kata orang-orang juga, kematian sangat memerihkan, tapi menyenangkan. Usai kematian, tidak ada infus pada dua lobang hidungmu, kau hanya perlu berjalan teliti, menuju tempat yang konon, abadi
Jika dengan kematian kau baru bisa paham akan definisi kebahagiaan, bagaimana caranya agar aku lekas bahagia? Baca saja kitab-kitabmu—kata seorang Ustad.
Bahagiakan orang-orangmu—kata seorang sosialis.
Aku membaca kitab, aku membahagiakan orang-orang. Dan, kematian tak kunjung datang.
Sleman, 26 Januari 2014


Dok. Nafisah/ 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar