MENGUMPAT DAHIAT
/1/
Kepada
aku yang diciptakan Tuhan dari pemberkatan indung dan ramanda di ranjang bau
melati pada sudut kamar rumah Ibu
Ada
susuk dalam tubuh, ditanamkan pada bibir bayi mungil yang telanjang di cengkaman
pembantu persalinan
Ada jampi
yang disekat ramanda di samping telinga, dibisikkan pada jiwa
Ada
air susu yang dipaksakan pada rentang pertengahan dalam tangisan yang
dibuat-buat; tangisan yang menjengkelkan perawat-perawat seronok yang
melamunkan perjakanya
Ada
emas yang dilingkarkan pada sekujur tubuh. Emas yang digali dengan kuku-kuku
pada kulit keriput Ibu bertudung kain panjang tanpa corak
/2/
Kepada
aku yang ditunjuk menjadi pemimpin pasukan dalam kisah percintaan
Ada perjanjian di awal perjalanan; sumpah
serapah tentang kejadian yang barangkali berdiri di persimpangan menuju denah
buntu
Ada
kecupan; dalam gairah yang membuncah
Ada
yang menyeberang. Menuju tepian mata pada kampung seberang
Ada
yang kian betah merdeka. Tanpa asap rokok dan rok mini di paha nyai
/3/
Kepada
aku yang menyembah Tuhan pada setiap petaka
Ada yang
suka lupa, menghilangkan Tuhan pada musim kesenangan. Meneriakkan pada dunia,
Tuhan tidak ada, atau, kalaupun ada, Tuhan sedang tidur
dan
pada musim kesengsaraan, teriakannya tiba-tiba berubah menjadi. “Tuhanku, aku
yakin padamu, dan kau tidak pernah tidur.”
Barangkali,
Tuhan cekikikan. Digeleng-gelengkannya kepala lalu meneguk kopi hitam bersama
malaikat-malaikatnya. Serbuk kopi tersangkut di kumisnya yang tebal, mereka
kembali tertawa-tawa.
Si yang
suka lupa tadi, kembali meminta. Kali ini dengan nada ancaman. “Tuhan, kau kata
maha pengasih dan penyayang. Tapi kau hadirkan sengsara.”
Tuhan
kembali cekikikan. Dikirimnya air bah bertubi-tubi, dari langit.
/4/
Kepada
aku yang meminta kematian
Kematian
itu mengerikan tapi membahagiakan. Usai kematian, kau tidak perlu bertemu Pak
Pos yang mengantarkan surat lamaran penolakan dari kekasihmu
Kata orang-orang
juga, kematian sangat memerihkan, tapi menyenangkan. Usai kematian, tidak ada
infus pada dua lobang hidungmu, kau hanya perlu berjalan teliti, menuju tempat
yang konon, abadi
Jika dengan
kematian kau baru bisa paham akan definisi kebahagiaan, bagaimana caranya agar aku
lekas bahagia? Baca saja kitab-kitabmu—kata seorang Ustad.
Bahagiakan
orang-orangmu—kata seorang sosialis.
Aku membaca
kitab, aku membahagiakan orang-orang. Dan, kematian tak kunjung datang.
Sleman, 26 Januari 2014
Dok. Nafisah/ 2013 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar