Rabu, 29 Januari 2014

Belajar kepada Angga



Betapa aku tidak pernah bersyukur akan nikmat-Mu.

Malam ini, aku dan teman-teman dari Tim Rampoe UGM mencoba menjadi manusia. Kita mengalihkan dana Street Performance kepada korban bencana, semoga bermanfaat. Tuhan, tabahkan hati kami dalam setiap cobaan yang engkau datangkan.

Pada setiap SP, ada pelajaran kehidupan yang bisa kubawa pulang. Pun malam ini, ketika Tari Saman Gayo dibawakan oleh teman-teman, ada seorang anak kecil yang tampak senang sekali menyaksikannya. Lalu, beberapa menit kemudian ia ditarik oleh lelaki dengan gaya berpakaian ala anak gaul jalanan, anting dihidung, celana kedodoran, dan baju pas tubuh. Anak itu menurut saja, raut wajahnya membuatku berprasangka tidak baik pada si pria.

Semoga ini hanya pikiran picik dari perempuan yang terpengaruh sinetron-sinetron televisi. “Anak itu disuruh mengamen, ditandai dengan botor air mineral di tangannya. Malangnya, si pria menemukannya tidak sedang melakukan pekerjaan yang diperintahkan, ia malah menyaksikan mahasiswa-mahasiswa menari di pelataran 0km. Barangkali, setelah diarak entah ke mana, ia akan dimarahi.”

Begitulah... Tuhan, maafkan aku jika prasangka ini salah. Semoga kau baik-baik saja, Dik.

Cerita kedua, berbeda dengan adik kecil dengan raut ketakutan tadi, aku bertemu dengan adik kecil lagi (9th). Namanya Angga, ia membawa gitar kecil (okulele kah namanya?), lalu dikelilingi beberapa orang anggota tim, ia membawakan lagu yang dipopulerkan oleh Tegar. Dulu-dulu kumenderita, sekarang kubahagia. Tetapi aku tak berputus asa, pasti yang Kuasa memberi jalannya. Teman-teman tim mengaminkan setiap bait yang terlontar dari mulutnya.

Usai bernyanyi, beberapa orang berpencar untuk membereskan barang-barang yang akan dibawa pulang. Aku, Lathif, dan Nuna, melakukan dialog singkat dengan Dik Angga.
                “Asalnya dari mana, Dik?” (Nuna)
                “Klaten, Mbak.”
                “Ke sininya naik apa?” (Nuna)
                “Bis, Mba.”
                “Apa cita-citamu, Dik?” (Lathif).
                “Menaikkan haji orangtua, Bang.”
                “Kalau cita-cita untuk dirimu sendiri, Dik? (Lathif)
                “Jadi pilot, Bang.”
                “Gimana cara kamu meraihnya?” (Nafisah)
                “Rajin-rajin belajar, Mbak.”

Semoga Tuhan mendengar doamu, kau tidak hanya bisa menerbangkan pesawat, kau bisa terbang dalam kehidupan yang keras ini dengan selamat hingga kembali kepada rumah Tuhan nanti di akhirat.

Tuhan pertemukan aku lagi, mungkin dengan Angga-angga lain yang barangkali bisa menegurku atas setiap tindakan yang kulakukan dalam kehidupan.

Belajarlah kepada adik kecil itu. Bersyukurlah atas segala nikmat-Nya kepadamu.

Dok. Nafisah/ 2013, Uang => surga dan neraka



Selasa, 28 Januari 2014

Surat Cinta untuk Kawanku



Kepada kawanku yang senyumnya memesona lelaki dan perempuan serta makhluk halus...

Barangkali aku tidak pernah bisa tersenyum sepertimu.
Seperti yang berkali-kali kau katakan kepadaku, “Kamu, perempuan dengan mata tolol dan senyuman yang selalu terpaksa.” Tatapan mataku memang seringkali kosong, Kawan... Tapi semoga saja hatiku tidak. Dan, kau berhentilah mengingatkan hal itu padaku. Aku cukup tahu sekali saja.

Barangkali aku tidak pernah bisa menjadi perempuan rajin—tugas dan tanggungjawab selalu kuselesaikan menjelang deadline—tapi begitulah aku, Kawan. Aku memang lebih memilih menelepon Ayah, Mama, dan Adik-adikku... Aku lebih senang berkumpul dengan teman-temanku terlebih dahulu, dan.. Aku sedang berjuang meraih mimpi-mimpiku (yang tidak perlu kau ketahui dan memang tidak ingin kau ketahui). Seperti yang berkali-kali juga kau katakan, “Jangan sering menunda-nunda pekerjaanmu, nanti tidak selesai.” Kau benar, Kawan. Tapi satu hal yang perlu kau camkan, aku akan (selalu berusaha) menyelesaikan setiap amanah. Tak usahlah kau seperti orang paling amanah di muka bumi ini. Orang punya cara masing-masing untuk berbenah, Kawan.

Barangkali aku tidak pernah bisa berbicara secerdas gaya bicaramu yang serupa kran tak bersumbat itu. Aku bukan tidak ingin berkata-kata, Kawan. Aku hanya terlalu berlebihan menimbang segala yang terlontar. Bagiku, ada tiga hal penting yang dimiliki setiap orang dalam hidupnya: mulut, otak, dan hati. Setiap mulut memang berhak berucap atas apa saja, setiap otak juga berhak berpikir tentang apa saja, begitu juga hati... ia punya hak akan segala perasaan. Tapi ceritanya berbeda ketika tiga barang penting itu menjadi penghubung antarmanusia, mereka tidak berhak atas haknya jika mengganggu hak orang lain. Susunan kata-kataku memang buruk, Kawan... Tapi aku yakin, kau yang cerdas dan memesona itu paham apa maksudku. Jangan membuat mulutmu menjadi kejam ketika meneruskan pesan otak untuk menyakiti hati orang lain. Ini kehidupan dengan banyak manusia, bukan kehidupan dalam rimba dengan kera-kera yang tak mengerti bahasa.

Seperti batu yang ditetesi air terus menerus, seperti karet gelang yang selalu ditarik-tarik, ia akan hancur, ia akan putus. Barangkali seperti itu jualah aku kepadamu, aku sudah hancur, aku sudah putus.



Dok. Nafisah/ Auditorium FIB UGM, 2013

Sabtu, 25 Januari 2014

Mengumpat Dahiat



MENGUMPAT DAHIAT
/1/
Kepada aku yang diciptakan Tuhan dari pemberkatan indung dan ramanda di ranjang bau melati pada sudut kamar rumah Ibu
Ada susuk dalam tubuh, ditanamkan pada bibir bayi mungil yang telanjang di cengkaman pembantu persalinan
Ada jampi yang disekat ramanda di samping telinga, dibisikkan pada jiwa
Ada air susu yang dipaksakan pada rentang pertengahan dalam tangisan yang dibuat-buat; tangisan yang menjengkelkan perawat-perawat seronok yang melamunkan perjakanya
Ada emas yang dilingkarkan pada sekujur tubuh. Emas yang digali dengan kuku-kuku pada kulit keriput Ibu bertudung kain panjang tanpa corak
/2/
Kepada aku yang ditunjuk menjadi pemimpin pasukan dalam kisah percintaan
 Ada perjanjian di awal perjalanan; sumpah serapah tentang kejadian yang barangkali berdiri di persimpangan menuju denah buntu
Ada kecupan; dalam gairah yang membuncah
Ada yang menyeberang. Menuju tepian mata pada kampung seberang
Ada yang kian betah merdeka. Tanpa asap rokok dan rok mini di paha nyai
/3/
Kepada aku yang menyembah Tuhan pada setiap petaka
Ada yang suka lupa, menghilangkan Tuhan pada musim kesenangan. Meneriakkan pada dunia, Tuhan tidak ada, atau, kalaupun ada, Tuhan sedang tidur
dan pada musim kesengsaraan, teriakannya tiba-tiba berubah menjadi. “Tuhanku, aku yakin padamu, dan kau tidak pernah tidur.”
Barangkali, Tuhan cekikikan. Digeleng-gelengkannya kepala lalu meneguk kopi hitam bersama malaikat-malaikatnya. Serbuk kopi tersangkut di kumisnya yang tebal, mereka kembali tertawa-tawa.
Si yang suka lupa tadi, kembali meminta. Kali ini dengan nada ancaman. “Tuhan, kau kata maha pengasih dan penyayang. Tapi kau hadirkan sengsara.”
Tuhan kembali cekikikan. Dikirimnya air bah bertubi-tubi, dari langit.
/4/
Kepada aku yang meminta kematian
Kematian itu mengerikan tapi membahagiakan. Usai kematian, kau tidak perlu bertemu Pak Pos yang mengantarkan surat lamaran penolakan dari kekasihmu
Kata orang-orang juga, kematian sangat memerihkan, tapi menyenangkan. Usai kematian, tidak ada infus pada dua lobang hidungmu, kau hanya perlu berjalan teliti, menuju tempat yang konon, abadi
Jika dengan kematian kau baru bisa paham akan definisi kebahagiaan, bagaimana caranya agar aku lekas bahagia? Baca saja kitab-kitabmu—kata seorang Ustad.
Bahagiakan orang-orangmu—kata seorang sosialis.
Aku membaca kitab, aku membahagiakan orang-orang. Dan, kematian tak kunjung datang.
Sleman, 26 Januari 2014


Dok. Nafisah/ 2013

Europe!

Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban (Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?) 31 kali dalam surah Ar-Rahman. 

Awal Januari, aku menuliskan mimpi-mimpiku di tahun ini. Dan, Januari belum berakhir... tapi Tuhan sudah mengizinkanku masuk ke gerbang salah satu mimpi itu. Aku lulus! #LangitEropa2014! Terima kasih, Tim Rampoe UGM... sudah menjadikanku bagian darimu, dan memilihku untuk ikut berpartisipasi membawa namamu ke benua biru nanti. Semoga kita bisa melewati rintangan hingga hari H. Semangat SP, semangat tim sponsorship! Berjuang!

Kepada teman-teman yang juga lulus, selamat... mari berjuang bersama! Kepada teman-teman yang belum lulus, jangan berkecil hati... Tuhan menyiapkan rencana yang lebih indah untuk kalian.

Latihan keras, jaga hati kawan, loyal, jangan lalai dengan tanggung jawab lain, dan jangan sombong (tak ada yang patut kamu sombongkan), lalu jaga stamina bahagiamu, Nak! :)

Dok. Nafisah/ SP at Malioboro, Januari 2014 (ida-nafisah-qordha)

Minggu, 19 Januari 2014

Bertamu ke Rumah Buya Bakrim

Kematian semakin dekat, dan perbincangan mengenai kematian adalah topik paling mengerikan.

Kisah Nabi Ibrahim yang menunda-nunda waktu sebelum nyawanya dicabut malaikat Izrail.
"Wahai Ibrahim, aku diutus oleh Allah Swt untuk mencabut nyawamu."
"Wahai Izrail, adakah seorang kekasih yang tega mencabut nyawa kekasihnya?"
Izrail menemui Allah Swt, ia menanyakan pertanyaan yang ditanyakan oleh Ibrahim. Lalu, setelah diberi jawaban, ia kembali menemui Ibrahim.
"Wahai Ibrahim, aku diutus oleh Allah Swt untuk mencabut nyawamu."
Merasa pertanyaannya ampuh untuk menunda kematian, Ibrahim kembali mengulang pertanyaan yang sama. "Wahai Izrail, adakah seorang kekasih yang tega mencabut nyawa kekasihnya?"
Izrail menjawab sesuai dengan yang diperintahkan Allah Swt. "Wahai Ibrahim, adakah seorang kekasih yang menolak untuk bertemu dengan kekasihnya? Engkau kekasih Allah, dan Allah adalah kekasihmu. Sedangkan kematian, adalah jalan menuju pertemuan engkau dengan kekasihmu."
"Cabutlah nyawaku sekarang, wahai Izrail. Aku rindu bertemu kekasihku."

Dan.. sebaik-baik kematian, adalah kematian khusnul khatimah (akhir yang baik).

Tadi sore, aku merasa sedang berada di rumah. Di rumah yang menenangkan dan menyenangkan. Terima kasih, Buya, sudah menjadikanku seperti anakmu sendiri. Semoga Tuhan selalu melimpahkan rahmat dan kebahagian dunia akhirat kepadamu. 
Pelajaran yang kau berikan, akan aku catat dan kujadikan pegangan hidup.
"Pertimbangkan akhirat, dalam setiap perkataan, perbuatan, dan pikiranmu." Maka dunia akan ikut. Bismillah.. semoga teguh pendirian :)

 
Dok. Nafisah/ PokTunggal, 2013

Jumat, 17 Januari 2014

Alangkah Lucunya Adik Kecilku!

10 menit menjelang perayaan Natal 2011, seorang bayi perempuan dilahirkan dari perut mamaku. Aku tidak bisa menyaksikan proses persalinannya karena disuruh menunggui rumah oleh ayah. Setelah kabar gembira itu sampai padaku, hal pertama yang kutanyakan adalah "Rambutnya lurus apa keriting, Yah?" Ayahku langsung jawab, "Masih botak, Kak."
Aku ingin sekali punya adik kecil berambut keriting, atau setidaknya ikal. Tapi sampai sekarang, adik kecilku itu masih saja belum punya rambut seutuhnya. 
Beberapa hari kemudian, adik kecilku dibawa ke rumah untuk diakikahkan. Sebelum acara akikah, kita sekeluarga berdebat soal nama. Dan, akhirnya.. usulankulah yang diterima. Aku memberi nama "NAZHIFAH", artinya bersih. Aku berdoa semoga adik kecilku memiliki jasmani dan rohani yang bersih. Alasan lain aku memilih nama tersebut adalah karena mirip dengan namaku. Nafisah-Nazhifah!
Mulai dari hari pertama lahir hingga saat ini, setiap ada kesempatan, aku pasti mengambil potret Dek Nafa. Tapi sayang, sekarang aku sedang berjauhan dengannya (Yogyakarta-Payakumbuh!). Jikalau dia besar, aku ingin menghadiahkannya foto-foto masa kecilnya. Barangkali!

Berikut beberapa foto Dek Nafa:
Dok. Nafisah/ Dek Nafa-3hari



Dok. Nafisah/ Dek Nafa lagi main Bunga (13bulan)





Dok. Nafisah/ Dek Nafa lagi jadi model (14bulan)

Dok. Nafisah/ Dek Nafa lagi dipakein Abang perkakas pramuka (15bulan)
Dok. Nafisah/ Dek Nafa lagi dikerudungin Abang (16bulan)  
Dok. Nafisah/ Dek Nafa lagi belajar menulis (18bulan)
Dok. Nafisah/ Dek Nafa habis kerudungan sendiri (20bulan)
Dok. Nafisah/ Berpose habis shalat Ied (22bulan)

Dok. Nafisah/ Beginilah penampakannya habis makan coklat (22bulan)
Dok. Nafisah/ Alangkah alaynya adikku (22bulan)

Dok. Nafisah/ Depan Keraton, entah ngapain haha (23bulan)
Dok. Nafisah/ Ini lagi di Alkid (23bulan)

Dok. Nafisah/ Kayanya habis ngambek (23bulan)
Dok. Nafisah/ Berkali-kali si Adek foto dengan pose kaya gini (23bulan)

Daaaan.. masih banyak lagi foto-foto anak satu ini! Oya, adikku ini bisa disogok dengan dua makanan: Pisang dan Coklat. Duh, jadi rindu. Semoga Tuhan mengabulkan doa-doaku untukmu, Dik. Semoga kau menjadi anak yang cerdas hati dan pikirannya. Salam rindu dan sayang untuk adikku di rumah. Mmuach :*