Zaman masih waras (Nafisah-Poppy)/ Dok. Nafisah 2012 |
#1.
Setiap kali mendengar “seseorang” yang berbicara menyebut diri sendiri dengan
namanya, aku akan sangat kesal. Misalnya seseorang itu berkata begini kepadaku:
“Naf, maaf Ujang nggak bisa ikut rapat ya.” Kamu tahu apa yang ingin kulakukan
pada seseorang bernama Ujang itu? Aku ingin melemparnya dengan dompetku. Meski pada
praktiknya, aku akan diam saja dengan raut tololku. Sudah berkali-kali
kukatakan, aku membenci tuturan kekanak-kanakan serupa itu. Gunakanlah kata
ganti yang cocok. Gunakanlah!
#2.
Aku heran, heran sekali dengan sikap orang yang begini. Simak ceritanya!
Upik
adalah seorang penari. Ia baru saja bergabung dengan tim tari di kampusnya. Upik
diajar oleh senior-senior yang baik hati di tim itu. Upik selalu patuh,
bertutur lemah lembut, dan menerima dengan lapang dada semua kritikan yang
diberikan senior-seniornya. Hingga pada suatu hari, ada seleksi untuk mengikuti
perlombaan tari di Baghdad. Tidak disangka, Upik adalah salah satu peserta
terpilih. Hal ini membuat Upik mulai berani unjuk gigi. Ia melakukan segala
cara agar bisa mewujudkan mimpinya itu, berkunjung ke negeri Baghdad. Upik mulai
kehilangan kontrol atas dirinya, ia seringkali (setidaknya menurut saya)
mempermalukan dirinya sendiri.
Pada
suatu hari Upik tidak bisa ikut latihan. Bisul di pantatnya pecah. Ia tidak
bisa genjot maksimal dalam setiap gerakan. Akhirnya, ia memutuskan untuk
istirahat selama beberapa abad. Dalam istirahatnya, ternyata teman-teman Upik
sedang mengikuti perlombaan lain, sebut saja di negeri Pra Baghdad. Mereka berlaga
tanpa Upik. Upik hanya menyaksikan penampilan teman-temannya itu melalui video
rekaman, lalu Upik menghujat. Ia mengatakan penampilan teman-temannya itu aneh,
buruk, dan memalukan. Upik mengumpat dengan bertele-tele. Lalu, seorang senior meminta
pendapat dan masukan dari Upik agar tim mereka bisa memperbaiki kesalahan. Lalu,
dengan wajah “sok” polos dan tanpa berdosa Upik menjawab “Eh, nganu. Aku nggak
ngerti kenapa hancur gitu. Eh aku lupa bagian mana. Eh mungkin aku salah liat.”
What
the !@#$%^&*!!!
Ceritaku terlalu panjang dan tidak bisa dimengerti? Maaf, mungkin aku mulai
gila.
#3.
Dulu, aku adalah seorang pembunuh. Aku tidak segan membantai siapapun dalam
situasi apapun. Aku kejam rupanya. Hingga beberapa waktu yang lalu, aku
disentil oleh ucapan seseorang yang seharusnya kukagumi. Ia pantas dijadikan
teladan dan imam (*eh). Kepada seseorang yang sudah menegurku tentang
pembunuhan ini, kuucapkan terima kasih. Aku berjanji kepada diri sendiri, aku
tidak akan membunuh siapapun lagi. Kamu benar, pembunuh tidak mutlak menjadi
pemenang.
#4.
Mungkin aku mulai gila. Apa aku harus mengeluarkan semua yang tersendat agar
tidak benar-benar gila? Eek misalnya.